This nice Blogger theme is compatible with various major web browsers. You can put a little personal info or a welcome message of your blog here. Go to "Edit HTML" tab to change this text.
RSS

Minggu, 21 Maret 2010

Mima's Life chapter 3 (END)

HEY GUYS, INI ENDING DARI MIMA'S LIFE DAN THANKS BUAT YANG UDAH BACA!! I LOVE YOU :)))


MimA'S LIFE


last :“jadi, izinkan aku mengingatnya, merasakan sakitnya, untuk yang terakhir kalinya…” lalu aku memejamkan mataku, menerawang ke masa lalu…


saat ia menyatakan cintanya padaku.

Hari itu panas, bulan juli yang terik dan lembab juga. Aku tidak menyukai ini. Aku lebih menyukai hujan, entah kenapa.
Aku sedang berjalan menuju kelas, ini tahun ke 3-ku di SMA ini. Tapi tiba-tiba, aku melihatnya sedang di kelilingi temannya. Jujur, aku menyukainya sejak kami baru pertama kali bertemu, ia yang menolongku agar aku tidak di hukum oleh senior-senior kami. Gara-garanya aku tidak membawa barang yang sudah di wajibkan untuk peserta MOS. Akhirnya, dengan berbaik hati ia meminjamkan barangnya kepadaku dan menerima hukuman dari senior. Sayangnya aku tidak bisa memberitahukan perasaanku padanya.
“halo,” aku kaget, tiba-tiba ia di depanku.
“hai,” ucapku kaku. Lidahku kelu di depannya.
“kamu sedang melamun apa?” tanyanya ingin tahu. “ Aku tadi melihat kamu dari dalam kelas,” ia mengakuinya malu-malu. Membuat pipiku merah.
Aku harus menjawab apa? ‘oh, aku sedang melamun tentangmu’ atau ‘aku sedang memikirkan waktu pertama kali aku menyukai dirimu’ itu tidak mungkin! Jantungku benar-benar tidak bisa kompromi di saat-saat seperti ini. Debarannya begitu keras.
Ia memecah kebisuan. “kamu marah ya?”
Tidak! Aku hanya tidak bisa berbicara di depanmu. Oh! “tidak, kenapa kamu berbicara seperti itu?” aku bertanya pertanyaan yang bodoh!
Page 9 of 14
“aku hanya… takut kalau-kalau kamu merasa terganggu” ia menunduk.
Aku tersenyum. “tentu tidak, aku senang berbicara denganmu,”
Ia menatapku, tersenyum juga. Senyumnya manis sekali! “aku hanya ingin bilang, aku menyukaimu, sejak pertama aku melihatmu. Karena itulah aku menolongmu, aku menyimpan perasaanku 2 tahun ini. Aku akui, aku memang pengecut, aku tidak berani bilang yang sebenarnya kepadamu.” Ia tertunduk lagi, mukanya seperti tomat sekarang.
Dia barusan bilang apa? Apa ini nyata? Bukan mimpi?? Lalu aku memberanikan diriku, mengucapkan yang sesungguhnya kurasakan juga. “aku juga menyukaimu, sejak kamu menolongku. Itu hal termanis yang pernah aku terima”
Aku memberanikan tetap menatap wajahnya, wajahnya menatapku juga. Matanya berbinar, senyumnya cemerlang. Oh, benar-benar hari yang indah…

Air mataku jatuh lagi, Mia membasuhnya dengan sapu tangan miliknya, aku memberanikan diri mengingat hal yang lain lagi tentang dirinya.

Saat kami bertengkar…

“Mima, kamu mau apa?” tanyanya, ia bingung sekali dengan sikapku.
“aku mau putus,” ucapku santai, hatiku sakit saat melihatnya bersama dengan Cherry, seorang anggota cheers di depan lokernya.
Ia semakin bingung. “kenapa?”
Aku mendengus. “ kenapa? Kamu lupa kemarin, saat kamu sedang berduaan dengan si gadis cheers? Siapa namanya? Cherry?”
Ia melihatku lama, “sumpah aku baru sekali mengobrol dengannya Mima, itupun dia hanya bertanya bagaimana caranya bergabung di klub kita. Aku hanya menyukai
Page 10 of 14
kamu dan aku kira kamu tahu hal itu,dan aku kira kamu benar-benar percaya kepadaku,” kata-katanya membuatku kaget, air mataku jatuh. Merasa semuanya tidak berarti lagi. Aku tidak mempercayainya, apa artinya lagi semuanya?
Ia kelihatan kaget melihatku menangis, tangannya menyeka air mataku.
Aku menolak tangannya. “Jadi bagaimana? Aku tidak mau membuang waktuku kalau hanya seperti ini aryandi,”
Ia kelihatan kesal sekarang. Aku bisa melihat ekspresinya. “Mima, aku serius dengan mu. Mungkin kamu tidak mengetahui dan tidak menyadarinya, tapi coba buka mata kamu Mima! Apa aku melihat gadis itu seperti aku melihat kamu? Apa aku tega kalau hanya bermain-main dengan mu? Seharusnya kamu bisa berpikir Mima, dengan hati kamu!” jelasnya panjang.
Kata-katanya seperti pisau yang menusukku. Kata-katanya tepat. Aku mengela napas dalam-dalam. “Maaf,” ucapku. “Maaf atas sikap ku yang ke kanakkan, maaf atas sikapku yang membuatmu kesal,” aku memberanikan diri mencoba menatapnya.
Ia tersenyum lembut. “Aku juga minta maaf, dan asal kamu tahu, aku senang dengan sikapmu yang kekanakkan”
Dan saat itu kami tertawa lepas, selepas yang kami bisa. Membagi kebahagiaan satu sama lain…


Saat itulah kami terakhir kali bertengkar. Saat sebelum kelulusan, saat-saat sebelum aku ketahui kalau ia tidak selalu tidak apa-apa.

Hapeku berbunyi. Aku melihat jam. Angka jarum jam menunjukkan pukul 2 pagi. Jadi siapa yang menelponku malam-malam begini?
Segera ku angkat telponnya, nomornya tidak ku kenali.
“Halo, ini Mima?” Tanya orang di telpon
Page 11 of 14
“Ya, ada apa? Ini siapa?” aku balik bertanya.
“Maaf Mima,” orang itu mulai menangis. “Aryandi, meninggal,”
Seketika tubuhku lemas, berita itu seperti sebuah tusukkan yang mendarat langsung di tubuhku. Meninggal? Kenapa? Kenapa ia meninggalkanku? Kenapa dia tega sekali kepadaku? Kenapa bisa? Kenapa tiba-tiba sekali? Kenapa harus sekarang? Bagaimana dengan ku? Bagaimana dengan hidupku? Bagaimana dengan janji kami? Bagaimana dengan rencana-rencana kami? Beribu pertanyaan berkecamuk di benakku, menanti jawaban yang tidak Akan mungkin bisa terjawab lagi. Aku merasa semuanya berakhir. Cinta, hidup…
Malam itu aku langsung ke rumah sakit, tempat Aryandi. Aku bertemu dengan Adik laki-lakinya, yang menelponku.
“Mima, kan?” tanyanya kepadaku.
Aku mengangguk, orang tua ku menemaniku ke rumah sakit.
“Mima, aku ingin bicara denganmu, boleh?” ia bertanya lagi. Ragu-ragu.
Aku menatap kedua orang tua-ku, mereka mengangguk.
“oke” jawabku.
Ia berjalan ke arah tempat yang sepi di rumah sakit itu, dan aku mengikutinya.
“aku Ardi, adik Aryandi. Mungkin kita belum pernah bertemu—“
Aku menyela –nya. “Kenapa dia meninggal?” air mataku tumpah.
“Dia… membunuh dirinya dengan pistol, keluarga kami memang hancur. Orang tua kami akan bercerai, saat ayah dan ibu bertengkar, ia mengambil pistol milik ayah dan membunuh dirinya sendiri,” Ardi terlihat menangis mengingat kejadian itu.
Aku menggeleng. “Tidak mungkin, Arya anak yang kuat, tidak mungkin seperti itu” aku mencoba mengelak. Ternyata aku tidak tahu apapun. Aku tidak tahu kalau keluarganya bermasalah, aku tidak tahu sama sekali kalau ia punya adik, aku tidak tahu kalau ia bisa senekat itu, aku tidak tahu kalau jiwanya masih labil, aku tidak tahu kalau
Page 12 of 14
di balik wajahnya yang kuat, ada luka yang sangat dalam di dadanya. Dan ternyata, ya, aku tidak tahu apapun tentang dirinya.
“Tapi kenapa? Kenapa dia tidak pernah cerita kepadaku?” tanyaku kepada Ardi. “Kenapa ia tidak datang kepadaku dan membagi bebannya kepadaku? Kenapa?”
Ardi menggeleng. “aku tidak tahu, dan beberapa hari sebelum kematiannya, kakakku di pergoki sedang memakai narkoba oleh ayah,” Ardi menyeka air matanya. “Aku juga tidak tahu kenapa kakak yang aku percaya sebagai pelindung ku selama ini bisa seperti itu,”
Aku terjatuh di lantai rumah sakit yang dingin. Satu lagi kenyataan yang aku tidak tahu, Aryandi pemakai narkoba. Dari mana ia bisa mendapat barang seperti itu? dari mana ia bisa bergaul dengan orang-orang seperti itu? Sepanjang yang aku tahu, ia anak yang aktif dan di kelilingi oleh teman-teman yang baik kepadanya. Dan kenapa ia tidak mengadu kepadaku tentang masalahnya? Kenapa ia malah lari ke narkoba dan membunuh dirinya sendiri? Kenapa?
Saat itu juga aku merasa pusing, dan merasa badanku sangat berat. Aku kehilangan kesadaranku, semuanya gelap…

Aku membuka mataku, Mia di sebelahku, menungguku mengucapkan sesuatu.
“Kamu tahu Mia, Aryandi memakai narkoba?” tanyaku.
Ia menggeleng. “Aku hanya tahu ia menembak kepalanya sendiri,”
“Dia memakai narkoba, dan semua itu sepertinya salahku,” ucapku sedih. Ya, itu memang salahku.
Ia mengusap bahuku lagi. “Tidak Mima, itu bukan salah kamu. Aryandi memilih jalan yang salah, dan itu bukan salah kamu,” ia mencoba menghiburku.
Page 13 of 14
Aku menghela napas dalam-dalam. “Tapi seharusnya aku peka Mima, seharusnya aku tahu semua masalahnya, seharusnya semuanya tidak perlu terjadi kalau saja aku lebih mengerti apa yang sebenarnya terjadi,”
Mia memelukku. “Kamu bukan Tuhan Mima, mungkin semuanya memang harus terjadi. Lagi pula semuanya sudah terjadi. Kita tidak akan bisa kembali ke masa-masa itu.” Mia melepas pelukannya dan menatapku. “Dan berhentilah menyalahkan dirimu untuk hal-hal yang sebenarnya bukan salahmu. Nikmati hidupmu Mima, lupakan dia.”
Aku memejamkan mataku, dan menghela napas dalam-dalam lagi lalu mengangguk. “Ya, aku akan melupakannya. Seandainya kamu datang lebih awal Mia, lebih awal membantuku melewati ini.”
Mia tersenyum menyesal. “Maaf, maafkan aku, dan aku akan menebus kesalahanku. Aku akan menemanimu lagi,”
Aku membalas senyumannya. “Terima kasih, dan ya, aku Akan melangkah ke depan. Doa’kan aku,”
Ia memelukku lagi. “Selamat datang Mima, di kehidupan yang baru.”
Aku tertawa. “Ya, kehidupan yang baru”
Kami kembali ke rumahku, aku mempersiapkan diriku untuk tersenyum di depan orang tua-ku. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku tersenyum. Tapi yang jelas, mulai hari ini aku akan tersenyum dan membuat orang-orang di sekelilingku bangga. Karena untuk itu lah aku hidup. Karena untuk itulah aku di lahirkan.
Kami berdua bergandengan tangan menuju rumahku. Sinar mentari sore dan dinginnya udara menyambut kami, aku baru menyadari, ini hari yang sangat indah. Dan, Ya, selamat datang di kehidupan yang baru…

Oleh: Stephanie Maria Djamil
Page 14 of 14
13-03-2010



Created by Stephanie Maria djamil


NB: maaf kalo tokoh utamanya agak-agak stress dan depresi berat trus sering nangis. Hehe. Gue mau coba tokoh yang kayak gini trus gue juga mau menguji diri gue bisa atau ga ngebikin kesan kalo tokoh ini kayak orang yg bener-bener sedih n depresi. Enjoy!

4 komentar:

  1. kayanya ini diambil dari kisah nyata ya.....
    tapi fan, menurut gua knp tokohnya ngga yang periang gitu fan.... jangan pemurung !

    BalasHapus
  2. kan gue nulisnya sesuai mood gue, hahaha mood gue lagi kayak gitu ya gue tulis aja :p

    BalasHapus
  3. bagus bagus bagus menulis sesuai mood biasanya lebih gimanee gitu ceritanya

    BalasHapus