This nice Blogger theme is compatible with various major web browsers. You can put a little personal info or a welcome message of your blog here. Go to "Edit HTML" tab to change this text.
RSS

Kamis, 18 Maret 2010

Mima's Life chapter 2

hey, ini chapter 2 nya!!! komen yah jgn jadi a silent reader hahaha LOL!


And we know it's never simple,
Never easy.
Never a clean break, noone here to save me.
You're the only thing I know like the back of my hand,
And I can't,
Breathe,
Without you,
But I have to,
Breathe,
Without you,
But I have to.

-breathe; taylor swift-


MiMa's Life



Aku gembira sekaligus sedih saat ini, aku merindukannya. Sangat. Aku ingin bertengkar lagi dengannya, berdebat, Aku tidak mengerti mengapa tuhan memisahkan kami, memisahkanku dari orang sebaik aryandi, yang ku yakini ia adalah jodohku yang di ciptakan tuhan untukku.
“Mima, ada yang ingin menemui kamu,” ucap ibuku, ia adalah orang yang benar-benar membantuku melewati masa-masa sulit itu, hari-hari pertama tanpanya.
“aku keluar mom,”
saat aku keluar, ada seorang yang sangat aku kenal, yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak ku jumpai.
“Mimaaaa…” ia kelihatan terkejut melihatku, kelihatan… kaget?
“Mia, apa kabar?” tanyaku mencium kedua pipinya.
Ia melihatku tak percaya. “kamu yang apa kabar Mima? Kamu…”
“apa?” tanyaku heran.
Ia tersenyum menyesal. “maaf Mima, kamu… kelihatan kacau, aku tahu Mima, semuanya. Maaf waktu itu aku nggak ada disini, aku kesini mau menebus kesalahanku Mima, karena tidak menjadi sahabat yang baik untuk kamu” nadanya menyesal, membuatku merasa bersalah juga. Bagaimana pun, aku mengerti dan terbukti setelah sekian lama aku bisa menjalaninya sendirian.
Aku menggeleng, air mataku mengalir lagi. “tidak Mia, aku ngerti banget kok, dan kamu bisa liat kan, aku masih bisa hidup sampai saat ini” aku menghela napas dalam-dalam. “dan kamu masih bisa ngeliat aku disini,”
Kali ini aku menangis sesunggukan. Aku menangis karena senang; senang akhirnya Mia bisa menemani ku lagi, senang akhirnya sahabatku ini telah kembali, tetapi sekaligus sedih; sedih karena memori yang dahulu, mau
Page 5 of 14
tidak mau kembali mengahantui ku, mau tidak mau kembali menghempaskan ku ke luka yang paling dalam, menghantuiku lagi akan dirinya yang sudah ku coba hilangkan bertahun-tahun lamanya, dan juga aku marah; marah karena setelah sekian lama Mia baru menemuiku, marah karena ia harus melihatku, sahabatnya yang selalu ceria menderita depresi yang paling mengerikan.
Mia memelukku, menenangkanku, kami menangis bersama…

Aku dan Mia sedang duduk di bawah pohon yang rindang sambil menunggu istirahat selesai. Kami memang terbiasa duduk disini, saling bercerita, bercanda, dan lain-lainnya.
“Hai,” ucap aryandi yang sedang menuju kesini. Jantungku langsung berdetak tidak karuan.
Mia berdehem-dehem. Berusaha menggoda ku. “Kamu pasti senang,” ucapnya
Aku mengangguk, Mia memberi aryandi tempat untuk duduk di sebelahku.
“Lagi apa?” Tanya aryandi kepadaku.
“Duduk,” jawabku singkat.
“Jadi yang ditanya Cuma Mima?” sindir Mia. Aku tertawa, aryandi segera memutar tubuhnya ke arah mia.
“Nggak, aku nanya ke kalian berdua kok,” ucap Aryandi mengelak, mukanya merah.
Mia tertawa. “oke, nanya ke kita berdua tapi mukanya ke Mima, oke”
Aryandi hanya bisa menggaruk-garuk kepala. “Aku emang nanya ke kalian kok,”
“Kamu udah ngerjain tugas nya?” tanyaku ke Aryandi, mengalihkan pembicaraan.
Iya mengangguk. “Makasih ya kemarin udah ngebantuin, aku payah kalau soal sastra,” ia tertawa. Tawanya membuatku tersenyum, indahnya melihat kepolosan nya.
Mia berdehem.
Page 6 of 14
Wajah aryandi langsung ke arahnya. “Mia, boleh minta tolong sesuatu?”
Wajah Mia langsung bingung. “apa?”
“mungkin agak susah, tetapi kamu harus janji,” ucap arya serius, mau tidak mau aku jadi penasaran juga.
Mia agak bimbang. “o..ke”
“tolong jaga Mima, ya? Kamu sahabatnya, orang yang benar-benar aku percaya,” wajah Aryandi sungguh-sungguh, aku bisa melihatnya. Aku menatapnya tidak percaya.
“ten… tentu” jawab Mia bingung, ia juga melihat ke arahku.
Sungguh, hari itu aku takut akan terjadi hal yang tidak mengenakkan. Kata-katanya membuatku takut. Takut akan di tinggal olehnya. Semoga tidak…

Mia mengajakku jalan-jalan, menikmati indahnya sore daerah Vancouver. Aku memang sudah dari 2 tahun yang lalu pindah kesini bersama ayah ibuku, mereka berharap aku bisa meninggalkan kenangan ku yang lama, tetapi ternyata tidak semudah itu.

“kamu tahu, Mima, aku merasa sangat bersalah kepada mu saat mendengar kabar itu, tetapi aku tidak bisa melakukan apapun. Aku sedang ujian akhir waktu di kanada,” ucapnya menyesal.

Aku tersenyum, lalu merangkulnya. “jujur, aku marah sekali Mia,” aku tertawa. “tapi aku sadar dan mengerti, untungnya seperti itu”

Ia mengangguk. “apa yang kamu kerjakan Mima? Disini?”

Aku menghela napas. Mencoba mengingat-ingat apa yang aku kerjakan sebelum Mia datang kesini. Ternyata tidak ada. Aku hanya menangis dan melakukan hal-hal yang tidak penting. Aku kuliah, tetapi aku pun tidak bisa mengingat aku telah belajar apa selama aku kuliah. Dan perasaan menyesal melandaku; aku membuat orang tuaku kecewa.

Page 7 of 14

“Mima…” mia mengusap-usap bahuku, menyadari ekspresiku yang berubah.

Aku menggeleng. “tidak apa-apa Mia, bisakah kamu membantuku?” ucapku. Aku punya ide.

“apapun.” Ucapnya sungguh-sungguh.

“bisakah kamu membantuku mengingatnya? Untuk yang terakhir kalinya dalam hidupku?” tanyaku.

Ia menatapku bingung dan tidak percaya, lalu mengangguk.

“oke, tunggu. kita duduk disana, kau hanya perlu melihatku dan membantuku mengusap air mataku kalau aku menangis. Bisa kan?” aku membawanya ke tempat duduk di sebrang kami.

ia tersenyum. “tentu Mima, apapun itu, selalu ada jalan untuk kamu, Mima.”

Aku setengah tertawa. “aku ingat, ada seorang tokoh di Novel yang mengatakan kepada orang yang di cintainya : ‘Sorry that she was so unfortunate as to have inspired this first, tragic love of mine. Sorry also for the things beyond my control--that I'd been the monster chosen by fate to end her life’” aku menghela napas, lalu memandangnya. “menyentuh bukan? Betapa kisah cinta yang di alaminya tragis dan menyakitkan sekaligus mengecewakan. Aku bisa merasakan sakitnya tokoh itu saat ia mencintai perempuan itu dan perempuan itu juga mencintainya, tetapi karena suatu keadaan, mereka tidak bisa bersama. Tetapi setelah aku merasakannya sendiri, itu lebih sakit Mia, sangat sakit.” Air mataku jatuh lagi, baik ini untuk yang terakhir kali. Aku janji.

Ia mengusap bahuku lagi. “aku tahu Mima, aku tahu. Kamu berhak bahagia, takdir berhutang itu kepadamu.” Lalu tiba-tiba ia pun ikut menangis juga.

Page 8 of 14

“jadi, izinkan aku mengingatnya, merasakan sakitnya, untuk yang terakhir kalinya…” lalu aku memejamkan mataku, menerawang ke masa lalu…



nantikan Chapter selanjutnya oke? terimakasih telah membaca :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar